Pages

Rabu, 09 Juni 2010

Jejak Roda Sejarah Pelayanan Kesehatan Haji Indonesia

Pelayanan kesehatan haji di Indonesia berjalan bak roda pedati. Seiring waktu semakin jauh perjalanan yang ditempuh dan semakin banyak kemajuan yang terjadi.

Upaya perubahan terhadap penyelenggaraan perjalanan haji dimulai pada tahun 1921. Periode tahun 1921-1941 disebut periode Hindia Belanda. Pada periode ini penyelenggaraan haji ditangani oleh perusahaan perkapalan Belanda yang terkenal dengan nama Kongsi Tiga Kyai Achmad Dahlan mulai mengadakan langkah-langkah perbaikan perjalanan haji. Tahun 1922 dikeluarkan Pilgrims Ordonanti. Di dalam Pilgrims Ordonanti tersebut tercantum persyaratan kesehatan bagi calon jemaah sebelum berangkat maupun sekembalinya dari tanah suci. Selain persyaratan kesehatan bagi jemaah, undang-undang tersebut juga mengatur persyaratan kesehatan bagi alat pengangkut.
Dengan diketahuinya tim penyelidikan ke tanah suci yang diketuai Hoop Bestur Muhammadiyah yang terdiri dari KHM Syudjah dan Mas Wiryopertomo, maka pada tahun 1922 dengan dimotori oleh Bapak Wiwoko dan Bapak Haji Husni Thamrin maka Pilgrims Ordonanti yang telah membelenggu penduduk bumi putra telah berhasil dirubah. Salah satu hasil perjuangan tersebut disebutkan bahwa organisasi rakyat yang terpercaya dapat ditunjuk oleh gubernur jenderal untuk mengangkut jemaah haji.
Yayasan Panitia Haji Indonesia (PHI) diakui sebagai satu-satunya yayasan yang diikutkan dalam pengurusan penyelengaraan ibadah haji. Untuk membimbing jemaah dalam perjalanan dan memberi pelayanan kesehatan selama perjalanan dan di Arab Saudi dibentuk MPH (Majelis Pembimbing Haji) dan RKHI (Rombongan Kesehatan Haji Indonesia).
Periode Pascakemerdekaan Republik Indonesia
Pada periode pascakemerdekaan terdapat beberapa perbaikan. Selain kongsi tiga yang diberi kesempatan mengangkut jemaah haji, diberikan juga kepada maskapai pelayaran nasional Indonesia seperti Pelayaran Inaco, Pelni, dan Jakarta Lloyd. Sedangkan pelayaran Musi diserahi tugas untuk mengkoordinir pelayaran yang mengangkut jemaah haji.
Tanggal 22 Mei 1950, dr. Ali Akbar diperbantukan di kedutaan Republik Indonesia Serikat, ditempatkan di bagian kesehatan dengan kewajiban menyelenggarakan perawatan jemaah haji Indonesia. Pada kedutaan yang dijabat oleh dr. Mas mohamad Hoesen Arifin terhitung tanggal 9 Oktober 1954 pada bagian hubungan luar negeri kementerian kesehatan dibentuk Seksi Urusan Jemaah Haji. Sebagai kepala seksi urusan jemaah haji ditunjuk dr. Ali Akbar.
Kemudian pada periode 1960-1970 dibentuk Panitia Perbaikan Perjalanan Haji atau disingkat P3H dan di dalam perkembangan selanjutnya menjadi Dewan Urusan Haji (DUHA). Tanggal 1 Desember 1964 dibentuk PT. Arafat sebagai perusahaan pelayanan yang diserahi tugas untuk mengangkut jemaah haji. Tanggal 15 Juni 1965 dengan Kepres No.180 tahun 1965 dibentuk Departemen Urusan Haji.
Pada tanggal 1 Februari 1960 dikeluarkan surat keputusan menteri muda kesehatan, menteri muda laut, dan menteri muda agama. Surat keputusan bersama ini berisi penjabaran Pengangkutan Orang (PO) 1922 yang mengatur persyaratan kesehatan bagi kapal maupun tenaga kesehatan yang disyaratkan untuk suatu kapal angkutan jemaah. Tahun 1969 dan 1970 jemaah haji udara mulai terkena kewajiban karantina. Terhitung 1 Juli 1960 di Jeddah ditempatkan atase kesehatan. Atase kesehatan yang pertama adalah dr. M. Kartobi Tirtawidjaja yang bertugas di Jeddah sampai tahun 1965. Sebagai penggantinya ditunjuk Brigjen dr. R. M. Sadikin yang bertugas sejak tahun 1965-1968.
Memasuki periode tahun 1971-1977, pengkarantinaan dihapuskan namun demikian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku selama jemaah di tampung di asrama tetap dilakukan pengamanan kesehatan. Upaya pengamanan kesehatan ini meliputi pengawasan sanitasi asrama, sanitasi makanan, pemeriksaan akhir, pengamatan penyakit, penyuluhan kesehatan dan pengobatan jemaah yang sakit selama dalam penampungan/asrama. Untuk menampung kegiatan kekarantinaan maka di dalam rangka reorganisasi departemen kesehatan, pada tahun 1975 di Direktorat Jenderal Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Menular (Dirjen P3M) dibentuk subdit karantina haji dan pengamanan kesehatan perpindahan penduduk. Tahun 1977 pengkarantinaan dihapuskan, tahun 1978 dikeluarkan Peraturan Menkes No.321/Menkes/PER/IX/1978 tentang pengamanan kesehatan jemaah haji. Peraturan ini berisi pernyataan kesehatan bagi jemaah yang akan berangkat, sekembalinya dari tanah suci dan persyaratan asrama serta penyediaan makanan bagi jemaah haji selama di asrama.
Perubahan Pascalokakarya
Tahun 1975 diadakan lokakarya peningkatan pelayanan haji. Hasil-hasil keputusan lokakarya yaitu bahwa pemeriksaan kesehatan terhadap calon jemaah dilakukan 2 kali. Pemeriksaan I dilakukan sebelum setor ONH (Ongkos Naik Haji) dan pemeriksaan II dilakukan 1 bulan sebelum jemaah berangkat ke pelabuhan embarkasi. Istilah rombongan kesehatan haji Indonesia dirubah menjadi Tim Kesehatan Haji Indonesia. Tiap 1500 jemaah diikuti oleh 1 dokter dan 1 paramedis. Pelayanan kesehatan selama di Arab Saudi dilaksanakan secara terpusat dengan mendirikan balai-balai pengobatan di tiap daerah kerja (Jeddah, Mekkah, Madinah) sedangkan untuk tempat rujukan didirikan rumah sakit. Pada periode ini, pelayanan kesehatan jemaah haji Indonesia di Arab Saudi mulai diperluas yaitu dengan melaksanakan upaya pengamatan penyakit (surveilans) dan pengawasan lingkungan pemukiman jemaah.
Pada periode 1981–1990, pemberangkatan jemaah haji diperluas yaitu dengan membuka pelabuhan Ujung Pandang sebagai pelabuhan embarkasi/debarkasi haji. Dengan demikian pengamanan kesehatan haji dilaksanakan di 4 pelabuhan embarkasi/debarkasi. Pelayanan kesehatan jemaah haji di Arab Saudi mulai diadakan perubahan yaitu dengan menempatkan tenaga-tenaga kesehatan di kafilah. Tiap kafilah terdiri dari 1500 jemaah dan pelayanan kesehatan ditangani oleh seorang dokter ditambah 4 paramedis.
Tahun 1982 sistem tersebut di atas disempurnakan lagi yaitu dengan jalan menempatkan seorang tenaga kesehatan di kloter. Sistem ini berlaku sampai tahun 1983. Bulan Mei 1983 diadakan seminar penanggulangan sengatan panas. Pada tahun 1984 pelayanan kesehatan di Arab Saudi diadakan penyempurnaan lagi yaitu kelompok terbang diikuti oleh satu dokter dan seorang paramedis.
Selain daripada itu mulai tahun 1983 Pemda telah dilibatkan dalam penyediaan tenaga untuk pelayanan kesehatan di Arab Saudi yaitu dengan mengirim TKHD. Tahun 1984 dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.558/Menkes/SK/1984 tanggal 30 November 1984 di Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (Dirjen PPM dan PLP) dibentuk subdit kesehatan haji.
Tahun 1989 dilakukan rapat evaluasi pengamanan kesehatan haji Indonesia yang antara lain terbit Surat Keputusan Menkes No.252/Menkes/SK/V/1990 tentang pengamanan kesehatan haji dimana pemeriksaan kesehatan calon haji dilaksanakan 2 tahap. Tahap 1 di puskesmas. Tahap 2 di embarkasi. Tahun 1992 keluar SK Menkes No.1117/SK/VII/1992 tentang pemeriksaan kesehatan calon haji dilaksanakan menjadi 3 tahap, pemeriksaan di puskesmas, pemeriksaan II di daerah tingkat II, dan pemeriksaan III di pelabuhan embarkasi.
Pelayanan kesehatan haji pada saat ini dilaksanakan berdasarkan Kepmenkes No.1394/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia. Pemeriksaan kesehatan haji dibagi 2 tahap yaitu pemeriksaan tahap pertama di puskesmas dan pemeriksaan tahap kedua di embarkasi. Diantara pemeriksaan tahap pertama dan kedua dilaksanakan pemberian vaksinasi meningitis bertempat di puskesmas. Setelah jemaah haji pulang dari tanah suci, jemaah haji harus memeriksakan kesehatan kembali ke puskesmas.
Angka kematian jemaah haji tahun 2008 masih sangat tinggi yaitu 465 orang (rasio wafat 2.10 per 1000 jamaah). Upaya peningkatan pelayanan kesehatan haji masih harus terus dilakukan sehingga jemaah haji yang berangkat ke tanah suci bukan hanya menjadi jemaah haji yang mabrur tapi juga menjadi jemaah haji yang sehat. [primz]

Sumber : http://myhealing.wordpress.com/2010/06/01/jejak-roda-sejarah-pelayanan-kesehatan-haji-indonesia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar